MAKALAH
MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN
“PENGAJARAN DAN
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL”
Disusun untuk
memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah
model-model
pembelajaran
Dosen Pengampu
: Luluk Faridah, M.Pd.
Nama Kelompok :
Agus Budianto (11311373)
M. Khoirul
Amin (11311378)
Roclis Zaenal Efendi (11311435)
Semester IIIB Pagi
PROGRAM STUDY MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM DARUL‘ULUM
LAMONGAN
2012/2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, sehingga
kami dapat menyusun makalah ini tentang pengajaran dan pembelajaran
kontekstual, kami susun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah model-model
pembelajaran semester ganjil Universitas Islam Darul ‘Ulum Lamongan.
Dalam penyusunan makalah ini kami mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Luluk faridah,
S.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah model-model pembelajaran
2.
Serta
pihak-pihak yang telah ikhlas membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati, kami mohon perkenan para pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.Akhirnya dalam
pembuatan makalah ini, sebagai manusia biasa apabila ada kekhilafan dan
kekurangan kami mohon maaf.Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membaca.Amin.
Lamongan, Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HalamanJudul…………………………………………………………… i
Kata Pengantar………………………………………………………. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………
A.
LatarBelakangMasalah……………………...………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………..……………….. 2
C. Tujuan………………………………………………………….. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………
A.
Pengertian Pembelajaran
Kontekstual ....................................... 4
B. Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual………………………….. 4
C.
Fase-Fase Pengajaran Kontekstual…………………………… 4
BAB III PEMBAHASAN ……………………….……………………
- Model-ModelPembelajaran Kontekstual……………………. 6
- Tahap-Tahap
Pembelajaran Kontekstual……………………… 6
- Strategi
Dalam Proses Pembelajaran Himpunan……………..... 8
- Keunggulan
Pembelajaran Kontekstual……………………… 8
- Keterbatasan
Model Pembelajaran Kontekstual……………... 11
BAB IV PENUTUP……………………………………………………
A.
Kesimpulan………………………………………………………. 13
B.
Saran …………………………………………………………….. 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 14
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
-
Lampiran 1……………………………………………………… 15
-
Lampiran 2……………………………………………………… 18
-
Lampiran 3…………………………………………………… 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pendidikan
di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri cenderung memperlakukan peserta
didik berstatus sebagai obyek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas
tertinggi keilmuan dan indoktrinator, materi bersifat subject-oriented, dan
manajemen bersifat sentralistis. Pendidikan yang demikian menyebabkan praktik
pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah,
kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan dalam pekerjaan,
terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak berjalan dengan
pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian. Hal
ini mengidentifikasikan bahwa dalam pembelajaran di sekolah guru masih
menggunakan cara-cara tradisional atau konvensional.
Oleh
karena itu, pemerintah mengadakan satu terobosan untuk meningkatan mutu
pendidikan dengan terjadi pergeseran paradigma pendidikan dari teacher
active learning menjadi student active learning.Terobosan yang telah
dilakukan pemerintah ini menunjukkan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran
merupakan suatu keharusan.Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan
dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi
siswa adalah strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
yang selanjutnya disebut CTL.Strategi CTL fokus pada siswa sebagai pembelajar
yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang peluang-peluang belajar
bag mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk
memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang kompleks (Depdiknas, 2002: 15).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pembelajaran kontekstual.
B.
Perumusan Masalah
1.Apa yang
dimaksud denganPembelajaran
Kontekstual (CTL) ?
2.Apa
karakteristik Pembelajaran Kontekstual(CTL) ?
3. Apa tujuan Pembelajaran Kontekstual(CTL) ?
4. Apa komponen
Pembelajaran Kontekstual (CTL) ?
C.
Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini mempunyai dua
tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan ksusus.
Tujun umum adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah model-model pembelajaran
matematika
Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut;
1. Agar dapat memahami Model-Model Pembelajaran
Kontekstual(CTL)
2. Untuk mengetahui karakteristik Pembelajaran
Kontekstual(CTL)
3. Untuk mengetahui tujuan model Pembelajaran
Kontekstual(CTL)
4. Agar dapat memahami komponen Pembelajara
Kontekstual(CTL)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajarandengan kontekstual adalah terjemahan dari istilah
Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata contextual berasal dari
kata context yang berarti “ hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”.
Dengan demikian contextual diartikan “ yang berhubungan dengan suasana
(konteks)”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang
berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual pertama kali diajukan pada awal abad ke-20 di USA
oleh John Dewey. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran
mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu
dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat.
Pembelajaran Kontekstual melibatkan para siswa
dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis
dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi.Beberapa pendapat tentang
pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut :
a) Nanang
Hanafia (2009 : 67) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning yang
umumnya disebut dengan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses
pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam
memahami bahan ajar secara bermakna (Meaningfull) yang dikaitkan dengan
konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama,
sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu
konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya.
b) Wina
Sanjaya (2008: 120) menyatakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL)
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
c) Syaiful
Sagala (2005 : 88) menyatakan bahwa Pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari – hari.
d)Rusman
(2009: 240) mengatakan pendekatan Kontekstual adalah keterkaitan setiap materi
atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa
dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara
langsung terkait dengan kondisi faktual, juga bisa disiasati dengan pemberian
ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media, dan lain sebagainya yang memang baik
secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau ada hubungan dengan
pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih
menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa
yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya
e) Elaine
B. Johnson (2007: 65) memaparkan bahwa CTL (Contextual Teaching and Learning)
adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang
saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan
pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah
f) Menurut
Jonhson CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para
siswa melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka.
g) Menurut
Akhmad Sudrajat Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan
yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan atau konteks
ke permasalahan atau konteks
lainnya.
Dari beberapa pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu model
pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari,
mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret (terkait
dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba,
melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian, pembelajaran tidak sekadar
dilihat dari sisi produk, tetapi yang terpenting adalahproses.
B.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Karakteristik pembelajaran
kontekstual dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Johnson (2002:24), ada delapan komponen
utama dalam system pembelajaran kontekstual, seperti dalam rincian berikut:
a.Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Siswa dapat
mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau
bekerja dalam kelompok, dan orang yang belajar sambil berbuat (learning by
doing).
b. Melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa
membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan
nyata sebagai pelaku bisnis atau anggota masyarakat
c. Belajar
yang diatur sendiri (sell-regulated learning). Siswa melakukan pekerjaan
yang signifikan: ada tujuannya, ada hubungan dengan penentuan pilihan, dan ada
produknya
d. Bekerja
sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok
e. Berpikir
kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat
menganalisis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan
bukti.
f. Mengasuh
atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa
memelihara pribadinya
g. Mencapai
standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan
mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa
untuk mencapainya
h. Menggunakan
penilaian autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan
pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
Pendapat lainnya yaitu Rusman (2009:248) yang
memaparkan proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan
karakteristik-karakteristik : (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3)
menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5)
pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif,
(8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding kelas dan
lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan kepada orang tua bukan
hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum, karangan siswa, dan
lain-lain.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima
karakteristik penting dalam proses pembelajaran kontekstual seperti dijelaskan
oleh Dr. Wina Sanjaya, M.Pd (2005:110), sebagai berikut:
a. Pembelajaran
merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting kowledge),
artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah
dipelajari, dengan
demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh
yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran
kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara
deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan
untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, miasalnya dengna cara meminta
tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan
tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktikkan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying kowledge) artinya pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,
sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
e. Melakukan
refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal
ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan
strategi.
BAB III
PEMBAHASA
A.
Tujuan Pembelajaran kontekstual
Sistem
CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran
akademik dengan isi kehidupan sehari-hari, yaitu dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain penggunaan pembelajaran
Konstekstual bermotto : “Belajar dengan penuh makna”. Pengetahuan yang bermakna
diperoleh dari suatu proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan,
pengolahan dan pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam
menanggapi gejala yang muncul kemudian. Melalui model CTL, pengalaman belajar
bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika seseorang siswa berada di dalam kelas,
tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar
tersebut keluar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan
memecahkan permasalahan yang nyata yang dihadapi sehari-hari. Berikut
tujuan-tujuan pembelajaran kontekstual:
a. Untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan materi tersebut dalam konteks kehidupan mereka sehari-hari
sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara refleksi
dapat diterapkan dari permasalahan ke permasalahan lainnya.
b. Agar
dalam belajar itu tidah hanya sekedar menghafal tetapi perlu dengan adannya
pemahaman
c. Menekankan
pada pengembangan minat pengalaman siswa.
d. Untuk
melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses
pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatau yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain.
e. Agar
pembelajaran lebih produktif dan bermakna.
f. Untuk
mengajak anak pada suatu aktivitas yang mengaitkan materi akademik dengan
konteks kehidupan sehari-hari.
g. Agar
siswa secara individu dapat menemukan dan mentransfer informasi-informasi
kompleks dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya sendiri.
B.
Strategi
Pembelajaran CTL
Beberapa
strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara konstektual
antara lain:
a. Pembelajaran berbasis masalah
Dengan
memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis
untuk memecahkan.
b. Menggunakan konteks yang beragam
Dalam
CTL guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa
menjadi berkualitas.
c.Mempertimbangkan kebhinekaan siswa
Guru
mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan social
seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar
saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.
d. Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri
Pendidikan
formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar
untuk belajar mandiri dikemudian hari.
e.Belajar melalui kolaborasi
Dalam
setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya
dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya.
f.Menggunakan penelitian autentik
Penilaian
autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan konstektual
dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.
g.Mengejar standar tinggi
Setiap
seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu kewaktu terus
ditingkatkan dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan
melukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri.
Berdasarkan
Center for Occupational Research and Development (CORD) Penerapan
strategi pembelajaran konstektual digambarkan sebagai berikut:
a. Relating
Belajar
dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata, konteks merupakan kerangka
kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang
dipelajarinya bermakna.
b. Experiencing
Belajar
adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang
dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang
dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang
dipelajarinya.
c. Applying
Belajar
menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam
konteks dan pemanfaatanya.
d.Cooperative
Belajar
merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan kelompok,
komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif.
e.Trasfering
Belajar
menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi
atau konteks baru.
Model pembelajarandengan
kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching and Learning
(CTL). Kata contextual berasal dari kata context yang berarti
“ hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual
diartikan “ yang berhubungan dengan suasana (konteks)”, sehingga CTL dapat
diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual
pertama kali diajukan pada awal abad ke-20 di USA oleh John Dewey. Pendekatan
ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai
dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui
pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat.
Pembelajaran
Kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka
mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka
hadapi.
C.
Komponen Pembelajaran Kontekstual
Prinsip pembelajaran Kontekstual melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran. Berikut adalah uraian mengenai ketujuh komponen utama dalam
pembelajaran Kontekstual :
a.
Kontrukstivisme (constructivism)
Salah satu landasan teoritis pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran
konstruktivisme. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa
membangun sendiri pengetahun mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai
pada pembelajaran siswa aktif. Sebagian besar waktu proses belajar
mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Menurut Nurhadi
kontruktivisme merupakan landasan berpikir dalam pendekatan belajar
Kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Dalam hal ini,
manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu
memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme
adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi
kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik
mereka sendiri.
Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi
bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar
dan mengajar. Siswa menjadi
pusat kegiatan bukan guru.
b.
Menemukan (inquiri)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses
pembelajaran Kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu
merancang kegiatan yang selalu merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi
yang diajarkan.
c.
Bertanya (questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Kontekstual. Dalam proses pembelajaran bertanya
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya bagi siswa yaitu menggali
informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya. Guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan
siswa dan mendorong siswa agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Siswa belajar
mengajukan pertanyaan tentang gejala-gejala yang ada, belajar bagaimana
merumuskan pertanyaan-pertanyaan, dan belajar bertanya tentang bukti, dan
penjelasan-penjelasan yang ada. Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan
bertanya berguna untuk; (1) Menggali informasi baik administrasi maupun
akademis; (2) Mengecek pemahaman siswa; (3) Membangkitkan respon kepada siswa;
(4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa; (6) Mengetahui hal-hal yang
sudah diketahui siswa; (7) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang
dikehendaki guru; (8) Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari
siswa; dan (9) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d.
Masyarakat belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerja sama dengan orang lain. Hasil pembelajaran diperoleh dari berbagi
antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu.
Sehingga menimbulkan komunikasi dua arah, saling memberikan informasi satu
dengan yang lain.
Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan
belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya
mereka saling membelajarkan, yang cepat belajar didorong untuk membantu yang
lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya
pada yang lain.
e.
Pemodelan (modeling)
Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam suatu pembelajaran keterampilan atau
pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih
mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran. Prinsip pembelajaran modeling
merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang
dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja
akan tetapi guru dapat memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
Artinya dalam pembelajaran Kontekstual guru bukan satu-satunya model. Pemodelan
dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Misalkan siswa yang pernah menjadi
juara dalam olimpiade matematika dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya
di depan teman-temannya, dengan demikian siswa dianggap sebagai model. Modeling
merupakan prinsip yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab dengan modeling
siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang abstrak.
f.
Refleksi (reflection)
Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari,
merenungkan lagi aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Melalui proses
refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa
yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang
telah dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan Kontekstual, setiap berakhir
proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung”
atau mengingat kembali apa yang telah dipelajari. ”Biarkan secara bebas siswa
menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang
pengalaman belajarnya”.
g.
Penilaian Sebenarnya ( Authentic Assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran Kontekstual ialah melakukan penilaian
sebenarnya. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi
yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil
pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian sebenarnya adalah penilaian
yang dilakukan berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran yang meliputi
proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan
mendapat penghargaan. Penilaian sebenarnya menilai pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh siswa. Penilaian yang dilakukan tidak hanya dilakukan guru,
tetapi bisa juga teman lain atau orang lain.
Adapun diagram dari ketujuh komponen pembelajaran Kontekstual adalah:
D.
Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kontekstual
Adapun beberapa keunggulan dari pembelajaran
Kontekstual adalah:
a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
riil.Artinya siswa dituntutuntuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan
dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah
dilupakan.
b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya
sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme
siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
c. Kontekstual adalah model
pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik
maupun mental
d. Kelas dalam pembelajaran
Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi
sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan
e. Materi pelajaran dapat
ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru.
f. Penerapan pembelajaran
Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran
Kontekstual adalah sebagai berikut:
a. Diperlukan waktu yang cukup
lama saat proses pembelajaran Kontekstual berlangsung.
b. Jika guru tidak dapat
mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang kurang kondusif
c. Guru lebih intensif
dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak lagi berperan
sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman
yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau
”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar
mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
d. Guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa
agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka
sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan
perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran
sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
e. Pengetahuan yang didapat
oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
E.
Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan Kontekstual, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain atau skenario pembelajarannya, sebagai pedoman umum
dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru atau
pengajaran ketika menyusun rencana pembelajaran yang konyekstual adalah sebagai
berikut.
a.
Pendahuluan atau orientasi
Pendahuluan
yang baik mengandung 3 unsur yaitu deskripsi singkat, relevansi atau manfaat
belajar dan menjelaskan tujuan belajar.
b.
Konstruktivisme
Tampak dari pemberian kesempatan kepada siswa
untuk menemukan dan mengkonstruksi sedikit demi sedikit pengetahuan yang sedang
dipelajari melalui keterlibatan aktif dalam belajar.
c.
Penemuan/inkuiri
Berupa
pemberian kebebasan kepada siswa untuk bereksplorasi, ada keterlibatan
intelektual dan emosial termasuk keterlibatan fisik jika diperlukan.Pengajar
sebagai fasilitator.
d.
Pertanyaan-pertanyaan
Mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan siswa tampak dari cara guru atau pengajar mendorong,
membimbing, dan berupaya meningkatkan kemajuan berfikir siswa. Siswa menggali
informasi, mengkonfirmasi, dan mengarahkan terhadap perhatian pada hal-hal yang
belum diketahui.
e. Masyarakat
belajar
Tampak dari
aktivitas belajar secara kelompok (kooperatif atau kolaboratif), tanggung jawab bersama dalam
menyelesaikan tugas dan berbagai pengalaman.
f.
Permodelan
Memberi contoh
yang dapat ditiru atau dijadikan sebagai acuan oleh siswa termasuk petunjuk
mengerjakan sesuatu.Pengajar bukan satu-satunya model.
g. Refleksi
Mengajak siswa berfikir tentang apa yang baru
saja dipelajari, menghubungkan pengetahuan yang baru dipelajari dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki.
h. Penilaian
autentik
Lebih
mengutamakan proses daripada hasil. Dilakukan dengan berbagai cara,
dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran langsung. Yang diukur
keterampilan bukan mengingat fakta semata.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan
dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua
toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan
masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).Hadirkan model sebagai
contoh dalam pembelajaran.Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan
penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar