Pages

Minggu, 20 Mei 2012

PERMASALAHAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Belajar Matematika sering menjadi sebuah kendala bagi anak bersekolah.  Tidak sedikit anak mengalami pobia belajar Matematika. Berbagai alasan anak takut Matematika mengkerucut pada bagaimana Matematika secara konsep dan terapan ditransfer kepada anak.
Pada umumnya, Matematika hanya diajarkan pada aspek knowledge content (materi pengetahuan).  Anak dijejali berbagai topik yang menjadi kajian pelajaran Matematika, tanpa diberikan filosofi belajar topik tersebut.
Matematika seperti  sudah lazim  menjadi ‘image’ sebagai parameter pintar tidaknya anak.  Guru dan orang tua terjebak dengan paradigma tersebut, sehingga menjadi lengkaplah eksistensi Matematika lebih ‘diagungkan’ dari pada pelajaran lainnya, apalagi untuk pelajaran yang berbau sosial atau seni.
Guru dan orang tua pun jadi lupa bahwa dalam kehidupan anak di masa mendatang, Matematika bukanlah satu-satunya anak menjadi sukses dalam kehidupannya. Seseorang hidup sukses karena potensi kemajemukan intelligencenya.
Matematika hanya seperdelapan dari multiple intelligence yang dimiliki anak.  Setiap anak memiliki dominansi  intelligence yang berbeda.  Sebagai orang tua dan guru, harus jeli akan dominansi tersebut, untuk mengembangkan secara optimal potensi setiap anak.
Kembali pada Matematika, bagi anak yang dominansi intelligencenya bukan pada smart logika / Matematika, tentu akan mengalami hambatan dalam belajar Matematika.  Apabila hambatan yang dimiliki anak tidak disikapi dengan tepat oleh guru atau orang tua,   akan menambah tingkat stress anak dalam belajar Matematika, dan merembet pada kesulitan belajar di sekolah secara umum.
Banyak anak yang stress sekolah hanya karena bertemu dengan pelajaran Matematika.  Mengapa bisa terjadi seperti itu?  Faktor utamanya adalah Matematika dipandang sebagai pelajaran sulit dan tidak menyenangkan.  Belumlagi apabila anak bertemu dengan guru Matematika yang ‘killer’ dan tidak kooperatif.
Haruskah terjadi hal demikian?  Sungguh sangat disayangkan apabila sekolah masih memiliki pola dan atmosfer belajar Matematika yang membuat anak stress belajar.  Sekolah harus meninggalkan pola belajar Matematika yang ‘mengerikan’ menjadi pola belajar yang ‘menyenangkan dan mengundang’ anak untuk belajar.
Agar dapat terjadi pembelajaran Matematika yang menyenangkan dan mengundang di kelas, seorang guru harus memahami bahwa Matematika tidak hanya belajar content atau isi pelajaran, seperti aljabar, bilangan, data dan statistik, geometri dan pengukuran.  Guru harus memahami kekuatan Matematika dibalik topik isi Matematika.  Kekuatan ini justru yang membawa anak untukmengembangkan  cerdas berpikir logika Matematika  yang diperlukan anak dalam tumbuhkembang hidupnya.
Dengan cerdas logika Matematika, anak dapat menelaah isi Matematika terhadap kegunaan Matematika dalam kehidupan sehari-hari yang dia lihat, dengar  dan rasakan. Pada dasarnya kekuatan Matematika meliputi:
1) komunikasi : Matematika harus dapat menjadi bahasa komunikasi angka-angka,  2) koneksi: Matematika yang diajarkan di kelas harus berhubungan dengan kejadian sehari-hari ayng dialami anak,  3) reason dan pembuktian:  Matematika harus dapat melatih daya pikir anak untuk mengungkapkan alasan pembuktian kebenaran,  4) Reinforcement: Matematika perlu latihan atau pembiasaan dan 5) problem solving: Matematika harus mengasah anak dalam pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila guru memahami dengan baik kekuatan Matematika, ditunjang dengan pemahaman akan ide mengajar, strategi mengajar dan manajemen kelas, maka pobia anak belajar Matematika akan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.  Selain itu, kebermanfaatan belajar Matematika akan lebih optimal dirasakan oleh anak baik masa sekarang maupun masa mendatang.

Tidak ada komentar: