MAKALAH FILSAFAT ILMU
“Tentang Teori
Kebenaran Ilmu Berdasarkan Konsistensinya (Teori Koherensi)”
Dosen Pembimbing :
Ahmad Zaini Dahlan M.Ag
DISUSUN OLEH :
3B PAGI
MUH. JERI
PRASETYO 11311371
M. KHOIRUL AMIN 11311378
MUFLIKHATUL MAGHFIROH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS
ISLAM DARUL ULUM
LAMONGAN
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam yang telah
memberikan segala nikmat yang kita peroleh termasuk dalam upaya penyelesaian
makalah ini.
Sholawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada baginda
Rasulullah SAW karena beliaulah kita bisa memilih antara yang baik dan yang
buruk yakni melalui ajaran Addinul Islam.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu bentuk upaya memenuhi
tugas Filsafat Ilmu dengan judul “Teori Kebenaran Berdasarkan Konsistensinya”. Dengan adanya makalah ini semoga dapat menjadikan salah satu
sumber pembelajaran.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk berkarya dengan
harapan makalah ini dapat digunakan untuk proses pembelajaran, penulis
menyadari bahwa pembuatan makalah ini banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca. Akhirnya penulis mengucapkan
terima kasih dan semoga bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Sukodadi, 12 Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................... i
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................. 2
C.
Tujuan
Penulisan............................................................... 2
D.
Metode
Penulisan..............................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebenaran........................................................ 4
B. Hubungan Antara Metode dan Kebenaran....................... . 6
1. Empirisme...................................................................... 6
2. Rasionalisme ................................................................. 7
3. Induktivisme
................................................................ 8
C. Teori Kbenaran Berdasarkan Konsistensinya.................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 12
B. Saran.................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah
Manusia selalu berusaha
menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara
lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman
atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan
prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku
di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena
alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang
menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil
aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan
dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur
tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi
merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang
lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih
rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan
pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab
itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.
Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan
pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam
hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang
bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang
bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang
materialistik-sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari bahwa
aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif menjadi diabaikan. Epistemologis
membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern,
jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuanadalah metode ilmiah dengan pilar utamanya
rasionalisme dan empirisme.Aksiologi Menyangkut tujuan
diciptakanya ilmu pengetahuan. Mempertimbangkan aspek pragmatis dan
materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu
merupakan pengetahuan yang aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya telah
jauh lebih berkembang
dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen
dan penuh disiplin. misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus
filsafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju
sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran
logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasa, etika, ia
menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan.
Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia
merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran
metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena
yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari
kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar
pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya kita rumuskan
masalah-masalah yang akan di bahas, antara lain :
1. Pengertian
kebenaran dan tingkatan-tingkatannya.
2. Hubungan
metode dengan kebenaran ilmu pengetahuan
3. Teori-teori
kebenaran filsafat ilmu.
4. Sifat
dan tingkatan kebenaran ilmu.
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
manfaat pembuatan
makalah ini adalah :
- Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian dan tingkatan-tingkatan kebenaran ilmu pengetahuan.
- Agar mahasiswa dapat menjelaskan apa saja hubungan metode dengan kebenaran ilmu pengetahuan.
- Mahasiswa mampu menjelaskan tentang teori-teori kebenaran ilmu pengetahuan.
- Mahasiswa mampu menjabarkan apa saja tingkatan-tingkatan dan sifat-sifat kebenaran ilmu pengetahuan.
D. Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan
yaitu memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan
permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga penulis
ambil sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai masalah yang
dibahas dengan teman-teman.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human.
Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi
ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di
samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode
ilmiah.
Kriteria
ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang
ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi
ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah
perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam
dunianya. Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu
pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu
bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan
sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan
harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti
(begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas
dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan
dalam satu kesatuan system.
Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang
disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan
manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak
atau menerima suatu produk pemikiran manusia.
Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran.
Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak
bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah
kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang
seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk
ketidak benaran (keburukan).
Dalam bahasan, makna “kebenaran” dibatasi pada
kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng,
melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan
pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari
keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli
dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak
bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi
steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat
oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian
antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya
pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi
pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.Meskipun demikian, apa yang
dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya
pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian
seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang
transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang
terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran
yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar
jangkauan manusia.
Kebenaran dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran
moral, kebenaran logis, dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia
menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan.
Kebenaran logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia
merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran
metafisik berkaitan dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena
yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari
kebenaran, dan akalbudi yang menyatakannya.
B. Hubungan antara metode dengan kebenaran
Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah,
artinya suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya tahapan-tahapan yang
harus dilalui untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Secara metafisis kebenaran
ilmu bertumpu pada objek ilmu, melalui penelitian
dengan dukungan metode serta sarana penelitian maka diperoleh suatu
pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada
kontradiksi di dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada
kemampuan menteorikan fakta.
Bangunan suatu pengetahuan secara epistemologis bertumpu
pada suatu asumsi metafisis tertentu, dari asumsi metafisis ini kemudian menuntut suatu cara
atau metode yang sesuai untuk mengetahui objek. Dengan kata lain metode yang
dikembangkan merupakan konsekuensi logis dari watak objek. Oleh karena itu
pemaksaan standard tunggal pengetahuan dengan paradigma (metode, dan kebenaran)
tertentu merupakan kesalahan, apapun alasannya, apakah itu demi kepastian
maupun objektivitas suatu pengetahuan. Secara epistemologis kebenaran adalah
kesesuaian antara apa yang diklai sebagai diketahui dengan kenyataan yang
sebenarnya yang menjadi objek pengetahuan. Kebenaran terletak pada kesesuaian
antara subjek dan objek, yaitu apa yang diketahui subjek dan realitas
sebagaimana adanya.Setiap tradisi epistemologi beranggapan bahwa kebenaran
suatu pengetahuan dapat diperoleh berkat metode yang dipergunakannya, adapun
metode-meTode
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Empirisme
Empirisme sangat menghargai pengamatan empiris dan cara kerja
Empirisme bertitik tolak dari adanya dualitas antara pengenal dan apa yang
dikenal. Mereka menginginkan agar apa yang terdapat dalam pengetahuan pengenal
bersesuaian dengan kenyataan yang ada di luarnya. Mereka
memberi peran yang besar pada objek yang mau dikenal, sedang
pengenal bersifat pasif. Teori Kebenaran Korespondensi adalah sarana bagi
mereka untuk menguji hasil pengetahuan, menurut teori ini suatu pernyataan
dikatakan benar bila sesuai dengan fakta empiri yang menjadi objeknya. Menurut
Abbas, teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal,
sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena
Aristoteles sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan
harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.
Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah munculnya
kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi. Disamping itu teori
kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau objek
yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya
objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam
pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan
subjek.
2. Rasionalisme
Spinoza dan Hegel amat menekankan pada pengenal dibanding
dengan apa yang dikenal sebagai suatu kenyataan, mereka adalah tokoh yang
menekankan dibangunnya pengetahuan yang bersifat a priori sebagaimana ilmu
falak dan mekanika. Ilmu falak dan mekanika tidak bisa memakai kenyataan
objektif untuk mendukung pernyataan-pernyataan teoritisnya, karena menurutnya ilmu
cukup bertumpu pada kerangka teoritis yang bersifat a priori. Mereka
menggunakan Teori Kebenaran Koherensi dalam menguji produk pengetahuannya.
Teori Kebenaran Koherensi berpandangan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar
bila terdapat kesesuaian antara pernyatan satu dengan pernyataan terdahulu atau
lainnya dalam suatu sistem pengetahuan yang dianggap benar.
Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu sistem yang
unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Teori kebenaran koherensi tergolong
dalam teori kebenaran yang tradisional. Selain melalui hubungan
gagasaan-gagasan secara logis-sistemik, ada beberapa cara pembuktian dalam
berpikir rasional, yaitu melalui hukum-hukum logika dan perhitungan matematis.
Kebenaran koherensi mempunyai kelemahan mendasar, yaitu terjebak pada penekanan
validitas, teorinya dijaga agar selalu ada koherensi internal. Suatu pernyataan
dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada kemungkinan salah jika dihubungkan
dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini bisa mengarah pada
relativisme pengetahuan. Misal pada jaman Pertengahan ilmu bertumpu pada mitos
dan cerita rakyat, kebenaran argumen tidak pernah bertumpu pada pengalaman dunia
luar.
3. Induktivisme
Induktivisme berpendapat bahwa pengetahuan ilmiah bertolak
dari observasi, dan observasi memberikan dasar yang kokoh untuk membangun
pengetahuan ilmiah di atasnya, sedangkan pengetahuan ilmiah disimpulkan dari
keterangan-keterangan observasi yang diperoleh melalui induksi. Hal itu berarti
bahwa pengetahuan ilmiah bukanlah pengetahuan yang telah dibuktikan, melainkan
pengetahuan yang probabel benar. Makin besar jumlah observasi yang membentuk
dasar suatu induksi, dan makin besar variasi kondisi di mana observasi dilakukan, maka
makin besarlah pula probabilitas hasil generalisasi itu benar. Namun
kebenaran ilmu akan mundur menuju kearah probabilitas.Kebenaran yang bertumpu
pada pola induksi adalah selalu dalam kemungkinan, dengan kata lain produk ilmu
bersifat tentatif, ia benar sejauh belum ada data yang menunjukkan pengingkaran
terhadap teori.
C. Teori Kebenaran
Konsistensi/Koherensi (Teori
Keteguhan)
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap
benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat
konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang
koheren menurut logika. Misalnya, bila kita menganggap bahwa “semua manusia
pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan seorang manusia dan
si Hasan pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua adalah
konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Salah satu kesulitan dan sekaligus keberatan atas teori ini
adalah bahwa karena kebenaran suatu pernyataan didasarkan pada kaitan atau kesesuaiannya dengan
pernyataan lain, timbul pertanyaan bagaimana dengan kebenaran pernyataan tadi?
Jawabannya, kebenarannya ditentukan berdasarkan fakta apakah pernyataan
tersebut sesuai dan sejalan dengan pernyataan yang lain. Hal ini akan
berlangsung terus sehingga akan terjadi gerak mundur tanpa henti (infinite
regress) atau akan terjadi gerak putar tanpa henti.
Karena itu, kendati tidak bisa dibantah bahwa teori
kebenaran sebagai keteguhan ini penting, dalam kenyataan perlu digabungkan
dengan teori kebenaran sebagai kesesuaian dengan realitas. Dalam situasi
tertentu kita tidak selalu perlu mengecek apakah suatu pernyataan adalah benar,
dengan merujuknya pada realitas. Kita cukup mengandaikannya sebagai benar
secara apriori, tetapi, dalam situasi lainnya, kita tetap perlu merujuk pada
realitas untuk bisa menguji kebenaran pernyataan tersebut.
Kelompok idealis, seperti Plato juga
filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas prinsip
koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu maka tiap-tiap pertimbangan
yang benar dan tiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus
dengan keseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan
tersebut. Meskipundemikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada
konsistensi faktual, yaknipersetujuan antara suatu perkembangan dan suatu
situasi lingkungan tertentu.
Teori Koherensi (Coherence
Theory of Truth)Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang
didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut
benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang
berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa
kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari
konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam
fisika. Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory of Truth)
memandang bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan
pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan
diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi itu berhubungan
(koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang
dianggap benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat
penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah
diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori ini
mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi merupakan ukuran
bagi derajat kebenaran. Contoh: “Semua manusia akan mati. Si Fulan adalah
seorang manusia. Si Fulan pasti akan mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati.
Sukarno mempunyai puteri. Megawati adalah puteri Sukarno”.Seorang sarjana Barat
A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa
koherensi yang sempurna merupakan suatu idel yang tak dapat dicapai, akan
tetapi pendapat-pendapat dapat dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal
tersebut. Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan
terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari
pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita
menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat
ditarik kesimpulan yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa
saja.Teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima secara luas
dibandingkan teori korespondensi. Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai
ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi
kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh
hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara
pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah
benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kitaterima
dan kita ketahui kebenarannya.Matematika adalah bentuk pengetahuan yang
penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika
disusun diatas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma). Dengan
mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Dan diatas
teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan
merupakan suatu sistem yang konsisten.Salah satu dasar teori ini adalah hubungan
logis dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau
pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan atau
menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang digunakan untuk
mengemukakan apa yang hendak dikemukakan. Proposisi menunjukkan pendirian atau
pendapat tentang hubungan antara dua hal dan merupakan gabungan antara faktor
kuantitas dan kualitas. Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh
jika dilihat hubungan antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan
pengaruh lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari strukturasi
sifat-sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam
kepribadiannya.Dua
masalah yang didapatkan dari teori koherensi adalah: Pernyataan yang tidak koheren
(melekat satu sama lain) secara otomatis tidak tergolong kepada suatu
kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga tidak otomatis tergolong kepada
suatu kebenaran. Misalnya saja diantara pernyataan “anakku mengacak-acak
pekerjaanku” dan “anjingku mengacak-acak pekerjaanku” adalah sesuatu yang sulit
untuk diputuskan mana yang merupakan kebenaran, jika hanya dipertimbangkan dari
teori koherensi saja. Misalnya lagi,
seseorang yang berkata, “ Sundel Bolong telah mengacak-acak pekerjaan saya!”,
akan dianggap salah oleh saya karena tidak konsisten dengan kepercayaan saya. Sama halnya dalam mengecek apakah setiap
pernyataan berhubungan dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek
apakah ada koherensi diantara semua pernyataan yang benar.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di
dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam
kehidupan manusia Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran berdasarkan
konsistensinya di atas telah menunjukkan kelebihan dan
kekurangan. Koherensi
bersifat rasional dan berdasarkan atas kebenaran-kebenaran yang sudah ada.
Dari Teori Tentang Kebenaran berdasarkan
Konsistensinya (teori Koherensi) dapat disimpulkan :
Teori Konsistensi: "Kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan (judgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan
realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri ".
Teori konsistensi melepaskan hubungan antara putusan dengan
fakta dan realitas, tetapi mencari kaitan antara satu putusan dengan putusan
yang lainnya, yang telah ada lebih dulu dan diakui kebenarannya. Kebenaran
menurut teori konsistensi bukan dibuktikan dengan
fakta/realitas, tetapi dengan membandingkannya dengan putusan yang telah ada
sebelumnya dan dianggap benar. Bila sebuah putusan mengatakan bahwa Mahatma
adalah ayah Rajiv, dan putusan kedua mengatakan bahwa Rajiv memiliki anak
bernama Sonia, maka sebuah putusan baru yang mengatakan Sonia adalah cucu
Mahatma dapat dikatakan benar, dan putusan tersebut adalah sebuah kebenaran.
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang
buruk datangnya dari kami. Dan kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih
banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harakan saran dan kritik nya
yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Lorens,
Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama,2002.
Inu
kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta : Bumi
Aksara, 1995.
Kunto
Wibisono, aktualitas Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Gadjah Mada Press
, 1984.
Pranarka, Epistemologi
Dasar: Suatu Pengantar. Jakarta : CSIS, 1987.
Taryadi, Epistemologi
Pemecahan Masalah, Yogyakarta, Kanisius, 1989.
Harun
Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat II, Yogyakarta : Kanisius,
1980.
Ahmad
Sahidah, Kebenaran dan Metode, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1975.
M.
Rasyidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang,
1987.
Jujun
S. Sumiasumantri , Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, Jakarata
: Pustaka Sinar harapan, 1990.
S.
Arifin, Apa itu Yang Dinamakan Ilmu, Jakarta
: Hasta Mitra,1982.
Sonny
Keraf, Ilmu pengetahuan: sebuah tinjauan filosofis , Yogyakarta : Kanisius,
2001.
Daldjoeni,
N, Ilmu dalam Prespektif, Jakarta : Gramedia, cet. 6, 1985.
Poedjawijatna, Pengantar
ke IImu dan Filsafat, Jakarta : Bina Aksara, 1987.
Abbas,
Hamami, Kebenaran Ilmiah dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta : Intan Pariwara, 1997.
Lorens,
Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama,2002. Hal 90
Inu
kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), Jakarta : Bumi
Aksara, 1995. Hal 86
Prof.
Kunto Wibisono, aktualitas Filsafat Ilmu, Yogyakarta : Gadjah Mada
Press , 1984. Hal 37
http://developmentcountry.blogspot.com/2009/10/teori-kebenaran-ilmiah.html
Daldjoeni,
N, Ilmu dalam Prespektif, Jakarta : Gramedia, cet. 6, 1985.
Hal 235
Poedjawijatna, Pengantar
ke IImu dan Filsafat, Jakarta : Bina Aksara, 1987. Hal 16
Lorens,
Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama,2002. Hal 90
S.
Arifin, Apa itu Yang Dinamakan Ilmu, Jakarta
: Hasta Mitra,1982. Hal 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar